Restoratif justice, diversi dan Diyat

Oleh: Bakhtiar*

Relasi hukum dan masyarakat adalah fenomena dan teori “mapan” didalam kajian hukum, tetapi dalam beberapa dekade (bahkan sampai saat ini), tidak sedikit para pengkaji hukum sangat terbosesi dengan gagasan social engineering, yaitu hukum sebagai alat kontrol, hukum adalah aturan yang canggih untuk menekan individu agar mengerjakan tugasnya sebagai bagian dari masyarakat yang beradab dan mencegah individu agar tidak melakukan tindakan yang anti-sosial. menurut Ratno Lukito “Prinsip ini telah diterapkan secara konsisten oleh negara-bangsa modern dalam usaha mereka menciptakan hukum nasional, dan bahkan dengan sistem hukum modern ini hampir seluruh negara telah berhasil membentuk masyarakatnya.”[1]

Didalam perkembangannya fenomena antusiasme yang berlebihan terhadap hukum sebagai mesin rekayasa sosial, akhirnya mengalami pergeseran kedalam perspektif lain yang menganggap hukum dan masyarakat saling membentuk. Ini artinya hukum bukan sesuatu yang independen yang lepas dari variabel-variabel lainnya, hukum tidak bisa lepas dari pengaruh norma-norma lain yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Dalam konteks masyarakat Indonesia, norma-norma tersebut merupakan identitas didalam masyarakat ber-adat dan masyarakat ber-agama.


*Ketua Mahkamah Syra’iyah Singkil

[1]Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: studi tentang konflik dan resolusi dalam sistem hukum Indonesia (Ciputat: Pustaka Alvabet, 2008) hal. 2


Selengkapnya KLIK DISINI